20 November 2018

NAPAK TILAS KE YOGYA (Bag 1 - Cemorojajar)

Acara napak tilas ke kota Yogyakarta bareng keluarga besar ini sesungguhnya kami lakukan di bulan Oktober 2018 yang lalu. Namun, belum sempat diunggah di blog ini. 🙏

Baiklah... agar momen langka ini tidak hilang dari ingatan kami, keluarga besar Reksoprodjo, dan dapat dilihat oleh anak cucu kami, saya memutuskan untuk menuliskan perjalanan kami di sekitar Yogyakarta tersebut.

Sebenarnya jumlah anggota keluarga besar Reksoprodjo ini, menurut data di Buku Keluarga Besar, lebih dari 150 orang. Namun, untuk dapat mengumpulkan sekian banyak orang, bahkan pada acara tahunan seperti Lebaran, susahnya bukan main. Bukan saja kami tinggal di kota-kota yang terpencar, tetapi juga biasanya tiap-tiap sub keluarga sudah memiliki acara sendiri. Apalagi acara napak tilas ke Yogya ini direncanakan untuk 3 hari.
Hmmm... bukan waktu yang lama sebenarnya, tetapi hampir semua anggota adalah orang-orang super sibuk yang memiliki kegiatan luar biasa! 😊

Jadi, walau sudah dijadwalkan jauh-jauh hari, akhirnya yang dapat ikut hanya 13 orang! 😱

 -----   Baru 12...  1 lagi menyusul!!   ------ 
Itu pun dengan jadwal kedatangan dan transportasi yang berbeda-beda. Pokoknya.... kami sepakat untuk bertemu di Artotel Yogya sesudah makan siang. Mbuh... carane piye! 

Rombongan kami, Ami-Isti-Yanti Sudjiman, memilih berkendara mobil dari Jakarta dan menginap semalam di Semarang dulu, baru di tanggal 25 Oktober tiba di TKP. Kami memang berniat jalan-jalan bertiga karena sudah lama tidak berkumpul dan bermaksud mampir ke Kutoarjo dalam perjalanan pulang ke Jakarta.

Hari 1 - 25 Oktober 2018:

Setelah cipika-cipiki... memasukkan barang-barang ke kamar masing-masing, sholat dan istirahat sebentar, kami semua kumpul di lobby hotel dan masuk ke bis kecil yang sudah disiapkan panitia (terima kasih, Djoko H. Reksoprodjo...🙏).

Rumah di Jalan Cemorojajar no 8
Kami menuju ke Jalan Cemorojajar. Rumah no 8 di ujung jalan tersebut tampak rapat tertutup, tidak telihat berpenghuni. Rumah itu adalah rumah kediaman Eyang Rekso dulu, tempat kami dulu sering bermain dan berkumpul bersama, paling tidak saat hari raya Idul Fitri.
Karena ragu untuk memasuki pekarangannya, kami memutuskan untuk singgah di Hotel Maerakatja di jalan yang sama.

Mengapa hotel ini begitu penting?
Karena dulu kami sering menginap di hotel ini. Berhubung Eyang Rekso memiliki 12 putra-putri, maka setiap kali anak cucunya berkumpul, sudah barang tentu rumah beliau tidak dapat menampung semuanya. Jadi, Hotel Maerakatja ini berfungsi sebagai rumah singgah kami.






Banyak kenangan di hotel ini, karena kami cucu-cucu sering berjalan kaki (atau balapan lari...😃) dari hotel ke rumah Eyang.





Kami sempat ngupi-ngupi cantik di sebuah coffee shop yang terletak persis di seberang hotel, yaitu R&B Grill Steak.
Kebetulan coffee shop tersebut milik teman Yanti, jadi kami bisa santai, cekakakan, sholat ashar, dan... dapat diskon besar!! 👌


Setelah bertukar cerita-cerita nostalgia masa kecil, kami memutuskan untuk kembali ke rumah di Jalan Cemorojajar 8. Ternyata memang tidak ada penghuninya. Namun, kami dapat masuk ke pekarangannya dan melihat-lihat kondisi rumahnya dari luar. Sayang sekali sudah tidak terpelihara. Bentuk rumahnya sudah berubah, tetapi masih terlihat seperti rumah lama. Halaman rumahnya luas, tetapi sangat tidak terawat dan tampak ada beberapa gerobak dagangan makanan tergeletak di sana sini. Entah siapa pemilik rumah tersebut sekarang.

Kami berfoto-foto ria di depan rumah penuh kenangan tersebut.

Di depan rumah Jalan Cemorojajar no 8, Yogyakarta
Mengenang masa-masa kecil...

Masih seperti anak-anak kecil... 👦👧
Kemudian, kami melanjutkan perjalanan ke makam (pesarean) Eyang Kakung dan Eyang Putri Reksoprodjo di Blunyah Gede, yang jaraknya hanya sekitar 1,5 km dari rumah Cemorojajar.

Eyang kakung kami wafat pada tahun 1958, sehingga kebanyakan cucunya tidak sempat mengenal beliau. Namun, dulu ketika kami sedang berlibur ke Yogya dan menginap di rumah Cemorojajar, kami sering diajak naik becak bersama almarhumah Eyang Putri untuk "nyekar" ke makam Eyang Kakung.

Situasi sekitar kompleks pemakaman sudah sangat berbeda. Dulu jalan menuju ke pemakaman tidak terlalu besar dan sepi kendaraan. Sekarang, jalan itu sudah menjadi jalan raya dan penuh dengan bangunan dan toko.

Di depan kompleks pemakaman ada sebuah masjid yang dibangun atas prakarsa almarhumah Eyang Putri. Namanya Masjid Al Faalah.



Di belakang Masjid Al Falaah inilah lokasi kompleks pemakaman di mana Eyang Kakung dan Eyang Putri Reksoprodjo dimakamkan. Eyang putri kami wafat di tahun 1981.

Makam Eyang Kakung Soekirjo dan Eyang Putri Koespirah Reksoprodjo - Blunyah Gede








Dari pemakaman, kami kembali ke hotel untuk beristirahat dan bersiap lagi untuk acara malam harinya...


Tunggu laporan pandangan mata berikutnya... 😎


2 komentar:

Asianti mengatakan...

👍 great posting

Ami Sudjiman mengatakan...

Rumah Cemorojajar itu setelah dijual, oleh pembeli nya sempat dijadikan rumah pondokan/ asrama putri.
Lalu pada sekitar tahun 2006 anak saya, Jacinta, mampir dari Salatiga dan waktu itu rumah itu sudah dijadikan kantor/ toko koperasi bahan pangan mahasiswa. Mereka pasang jendela di teras kecil di sebelah kanan rumah lalu dijadikan tempat menjual bahan pangan.